Cerpen

HALO, JELEK!
 

Saat ini sulit sekali berkonsentrasi dikelas bahasa Inggris. Buku tahunan baru dibagikan, jadi sementara guru mengoceh, kami diam-diam saling menandatangani buku dan mengedarkannya ke seluruh ruangan.

Bukuku berada dibagian belakang kelas. Tak sabar aku menantinya kembali. Apa yang kira-kira ditulis oleh teman-teman? Pujian? Ungkapan kekaguman? Usai pelajaran segera kucari buku milikku dan kubuka lembarannya. Sampai akhirnya aku melihat ada yang menulis dengan huruf besar-besar di halaman terakhir buku "HALO JELEK!".


Sebelumnya aku belum pernah serius menilai diri "tampan" atau tidak, tapi kini aku tahu. Aku ini ternyata jelek. Anak kelas satu SMP di kursi belakang saja bilang begitu, tentu ada banyak lagi yang sependapat. Aku melihat diri di cermin, hidung besar, bintik-bintik jerawat, badan agak gemuk dan tidak berotot. Jelas sudah, kupikir. Aku memang jelek. Hal ini tidak pernah kuberitahu kepada siapapun. Untuk apa? Sudah kenyataannya bahwa aku memang jelek.

Tahun demi tahun berlalu. Aku menikah dengan seorang wanita yang benar-benar cantik luar dan dalam. Aku sering mengatakan kepadanya, "Kau wanita paling cantik di dunia!", dan itu sungguh-sungguh. Biasanya ia menjawab, "Dan kau amat tampan!". Aku tidak pernah memandang matanya. Rasanya itu sesuatu yang "harus diucapkan" oleh seorang istri kepada suaminya. Saat istriku mengucapkan itu aku hanya menatap kebawah. Putusan aku tampan atau jelek telah ada, terlipat di dalam buku tahunan kelas satu SMP.

Akhirnya suatu hari istriku bertanya, "Mengapa setiap aku bilang kau tampan, kau tidak pernah memandang mataku?" Keputusan untuk mengatakan yang sebenarya, tentang buku tahunan itu dan kesimpulanku. "Kau percaya? Tentu saja kata-kata itu tidak benar! Kau menganggap serius anak kelas satu SMP yang mengenalmu pun tidak? Aku mengenalmu, cinta padamu, dan telah memutuskan untuk menikahimu. Menurutku, kau tampan dan kurasa aku telah menunjukkannya." Nah, mana yang harus kupercayai, istriku atau coretan tua itu?

Pertanyaan itu kurenungkan cukup lama. Aku juga nerenung dan ingat bahwa Tuhan tidak menciptakan barang gagal. Siapa yang harus kupercaya? Aku lebih memilih untuk percaya pada istriku dan Tuhan.

Hidungku tetap besar. Di usia tuga puluh empat pun, mukaku masih tumbuh jerawat! Rambutku mulai menipis dan Anda bisa mencari orang yang mengatakan bahwa aku jelek. Tapi aku yakin aku tidak jelek! Bersamaan dengan waktu, mendengarkan mereka yang kucintai, aku menyadari bahwa aku ini keren....tampan, tepatnya.

Oleh : Febrina Dharmayanti
0 Responses

Hii..sista and brother !!! Kenalin, namaku Febrina Dharmayanti. Bisa dipanggil febrina aja. Di blog ini aku bakal tuangin semua hasil karyaku.. Jangan bosan mampir diblog ku ya sist and bro !!! :)